Pages

Translate

Labels

ojoooo



Minggu, 16 Februari 2014

MAKALAH : PARADIGMA KESATUAN ILMU

MAKALAH
PARADIGMA KESATUAN ILMU
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah             : Falsafah Kesatuan Ilmu
Dosen pengampu    :  Dr. Akhmad Arif Junaedi M.Ag





                                                                Disusun oleh :                 
1. Labib Habibi                          ( 1602016069 )
                         

                         FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
                                                    2017
PENDAHULUAN

A.    Kata Pengantar
Falsafah kesatuan ilmu, Hakikatnya semua ilmu berasal dari Allah SWT. Ilmu yang dianggap sebagai ilmu agama atau ilmu akhirat seperti ilmu fiqih, tauhid, tafsir, hadist dan lain-lain dan ilmu yang dianggap sebagai ilmu dunia/ilmu umum / sains (eksakta) seperti biologi, fisika, kimia, kedokteran dan lain-lain hakikatnya memiliki satu kesatuan, yakni ilmu-ilmu Allah.
Ilmu agama dan ilmu eksakta tidak dapat dipisah-pisahkan. Albert Einstein seorang ilmuan barat bahkan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta, sedangkan ilmu agama tanpa ilmu pengetahuan adalah pincang. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan (eksakta) diibaratkan simbiosis yang saling menguntungkan.
Namun selama ini, dimasyarakat ada paradigma yang mendikotomikan antara ilmu agama dan ilmu umum. Bahkan sampai ada sekularitas dalam mencari ilmu. Maka dari itu pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai falsafah kesatuan ilmu dan strategi mewujudkan paradigma kesatuan ilmu.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa itu ilmu?
2.      Apa itu paradigma kesatuan ilmu?
3.      Bagaimana strategi kesatuan ilmu?













PEMBAHASAN
1.      Hakikat ilmu
Dalam memahami paradigma kesatuan ilmu, perlu untuk lebih dipahami terlebih dahulu mengenai ilmu,
A.    Sember ilmu
Secara umum sumber ilmu dalam filsafat dibagi menjadi dua sumber pokok, :
I.                   Empirism
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa pengetahuan perasal dari pengalaman manusia. Empirism menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.
II.                Positivism/ rasionalism
      Positivism merupakan aliran pemikiran yang membatasi pemikiran pada sesuatu yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau analisis-analisis, mereka menganggap sumber dari ilmu adalah logika.
B.     Dimensi keilmuan
Dalam dimensi pengembangan ilmu pengetahuan secara garis besar ada 3 pola pengembangan, :
I.              Ontologi
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjaawab pertanyaan “apa” , yang menurut aristoteles merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu menganai esensi benda. Ontologi menyelidiki difat dasar dari yang nyata secara fundamental. Dengan demikian ontology dapat diartikan sebagai pembicaraan prinsip yang paling mendasar atau paling mendalam mengenai sesuatu yang ada.
II.            Dimensi Epistomologis
Epistomologis juga sering disebut sebagai tori pengetahuan, secara bahasa epistomologi berasal dari yunani dari akar kata episteme yang bearti pengetahuan dan logos yang bearti ilmi atau teori. Jadi epistomologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal usul atau sumber, struktur atau metode sahnya pengetahuan. Epistomologis digunakan untuk menjawab pertanyaan “bagaimana”.
Dalam islam epistomologi dibagi menjadi 3 :
1.      Epistomologi bayani
Metode pemikiran khas arab yang menekankan “nash” secara langsung (langsung menerima utuh apa yang ada pada nash) atau tidak langsung (dilakukan analisis mendalam mengenai apa yang ada pada nas dengan dibantu rasio) . Atau dapat diartikan bahwa dalam epistomoligi bayani nash atau dalil dijadikan sebagai akar prngetahuan. [1]
2.      Epistomologi burhani
Burhani lebih mendasari dirinya dengan kekuatan rasio atau akal yang dilakukan lewat dalil dalil logika, Bahkan nash hanya diterima apabila sesuai dengan logika rasional.
3.      Epistomologi irfani
Epistomogi irfani merupakan kelanjutan dari epistomologi bayani, akan tetapi kedua pengetahuan ini berbeda, jika bayani mendasarkan kepada teks irfani mendasarkan kepada pengetahuan kasf atau tersingkapnya sesuatu karena tuhan. Oleh karena itu irfani tidak melandaskan kepada teks namun dilandaskan atas intuisi atau hati yang suci sehingga tuhan menyingkapkan suatu pengetahuan[2]



III.        Dimensi Aksiologis
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
Dalam aksiologis ada dua pendapat yang utama, yang pertama dari aristoteles dan francis bacon. Aksiologi menurut aristoteles adalah ilmu pengetahuan untuk pengetahuan itu sendiri, sedangkan menurut francis bacon ilmu pengetahuan harus digunakan semata-mata untuk kemanfaatan dan kemaslahatan umat manusia


2.      Paradigma kesatuan ilmu
Paradigma kesatuan ilmu berasal dari tiga kata, paradigma, kesatuan dan ilmu. Paradigma diambil dari bahasa inggriis paradigm, dari bahasa yunani kata para bearti disamping atau disebelah, dan dekynai bearti model, contoh[3] dan dalam bahasa indonesia kata filsafat  dapat diartikan sebagai sedut pandang atau pola fikir. Sedangkan ilmu, secara istilah paradigma dapat diartikan sebagai cara pandang yang mendasar seseorang tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya di pelajari.
Sedangkan ilmu secara bahasa ilmu berasal dari bahasa arab al ilm lawan dari al jahil yang dalam bahasa latin di sebut science ilmu secara bahasa dapat diartikan sebagai tahu atau pengetahuan sedanggan menurut istilah ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang telah disusun secara sistematis yang dengannya akan tersingkap suatu hakikat secar sempurna.
Jadi paradigma kesatuan ilmu dapat diartikan sebagai suatu pola pikir atauu pandangan yang menganggap bahwa keilmuan itu memiliki satu kesatuan dan tidak bisa di dikotomikan antara ilmu agama dan dunia.

3.      Strategi kesatuan ilmu
Dalam strategi kesatuan ilmu, civitas akademik UIN Walisongo semarang memerikan tiga cara untuk mewujudkan kesatuan dalam ilmu pengetahuan.
1.      Humanisasi ilmu agama
Humanisasi ilmu agama sangat diperlukan, mengikat ada paradigma dari masyarakat bahwa biasanya ilmu agama bersifat ekslusif. Maka dari itu humanisasi diperlukan untuik merekontruksi kembali ilmu ilmu keislaman agar dapan semakin menyentuh dan memberi solusi nyata bagi kehidupan manusia. Strategi ini meliputi segala upaya untuk menyatukan nilai universal islam dengan ilmu pengetahuan modern sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan peradaban manusia.
Sebagai contoh dalam upaya menghumanisasi ilmu agama adalah dengan mengkaji ayat ayat alquran, setelah itu kita pahami maksudnya dan dikaji dg penelitian modern, agar memberikan solusi yg nyata dan terbukti kemanfaatanya bagi manusia.

2.      Spiritualisasi ilmu umum
Strategi spiritualisasi adalah memberikan pijakan nilai-nilai ketuhanan (ilahiyah) dan etika terhadap ilmu-ilmu sekuler untuk memastikan bahwa pada dasarnya semua ilmu berorientasi pada peningkatkan kualitas/keberlangsungan hidup manusia dan alam serta bukan penistaan atau perusakan keduanya. Strategi ini meliputi segala upaya untuk membangun ilmu pengetahuan didasarkan pada kesadaran kesatuan ilmu pengetahuan yang bersumber dari ayat-ayat Allah baik yang diperoleh melalui para nabi, eksplorasi akal, maupun pemanfaatan alam.
Hal ini diperlukan mengingat bahwa Ciri khas ilmu-ilmu modern atau yang lahir dari renaisans Eropa adalah semangat yang melandasi ilmu pengetahuan yaitu semangat pemberontakan terhadap Yang Sakral, penguasaan terhadap eksistensi dunia, dan menundukkan mansia menjadi tuhan di alam semesta ini. Dengan begitu, manusia bebas untuk bertindak dalam kehidupan ini tanpa harus merasa takut atau dipersalahkan dan dimintai pertanggung jawaban atas tindakannya tersebut oleh Tuhan, Sang Pemilik alam semesta ini. Dampak dari pola pikir sekular tersebut telah menghilangkan Yang Sakral hilang dari kehidupan sehari-hari. Pembicaraan tentang Yang Sakral dianggap pembicaraan asing dan ketingalan zaman. Dari sinilah sejarah akal tanpa wahyupun bermula, spiritualitas secara perlahan mulai disingkirkan dari kehidupan modern.
Maka dari itu penting untuk merekontruksi kembali keilmuan umum dengan menyisipkan spiritualitas kedalamnya.
Contoh dari spiritualisasi ilmu umum adalah dapat kita lihat dari permasalahan kloning, jika tanpa batasan batasan spiritual dan ilmu dibiarkan sendiri maka ilmu akan berjalan bebas. Namun berkat spiritualisai, tuntunan dari agama perkembangan ilmu kloning memiliki batasan batasan dengan dilarangnya perkloningan manusia.

3.      Revitalisasi local wisdom
Revitalisasi kearifan lokal ini dapat diatikan sebagai penguatan kembali ajaran-ajaran leluhur bangsa. Strategi ini terdiri dari semua usaha-usaha supaya dapat tetap setia pada ajaran luhur budaya lokal dan pengembangannya, guna penguatan karakter bangsa.














Penutup
A.    Kesimpulan
1.      Secara umum sumber ilmu dalam filsafat dibagi menjadi dua sumber pokok, :
I.                   Empirism
II.                Positivism/ rasionalism
2.      Dalam dimensi pengembangan ilmu pengetahuan secara garis besar ada 3 pola pengembangan
I.                   Ontologi
II.                Epistomologi
Dalam islam epistologi dibagi menjadi 3, :
·         Bayani
·         Burhani
·         Irfani 
III.             Aksiologi
3.         Paradigma kesatuan ilmu dapat diartikan sebagai suatu pola pikir atauu pandangan yang menganggap bahwa keilmuan itu memiliki satu kesatuan dan tidak bisa di dikotomikan antara ilmu agama dan dunia.
4.         Strategi kesatuan ilmu
1.      Humanisasi ilmu agama
2.      Spiritualisasi ilmu umu
3.      Revitalisasi local wisdom

B.     Kritik saran
Sekian makalah yang saya buat, Jika ada yang baik datangnya dari allah dan jika ada kesalahan datangnya dari saya sendiri. Selanjutnya jika ada kritik membangun dan saran sangat saya terima untuk lebih memperbaiki dalam penulisan penulisan makalah kedepannya.






DAFTAR PUSTAKA

Jabiri, M. Abid Al . Problem Peradaban ( Yogyakarta : Belukar 2004)
Sholeh, A. Khudoiri. Model epistomologi islam aljabiri-dalama pemikiran kontemporer. (yogyakarta : jendela, 2003)
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia, 2008)



[1] M. Abid Al Jabiri, Problem Peradaban ( Yogyakarta : Belukar 2004) Hal 106
[2] A. Khudoiri sholeh. Model epistomologi islam aljabiri-dalama pemikiran kontemporer. (yogyakarta : jendela, 2003) hal 233
[3] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia, 2008) Hal 779

Tidak ada komentar:

Posting Komentar