MAKALAH
PARADIGMA KESATUAN ILMU
Disusun guna memenuhi tugas
Mata
kuliah : Falsafah Kesatuan
Ilmu
Dosen
pengampu : Dr. Akhmad Arif Junaedi M.Ag
Disusun
oleh :
1.
Labib Habibi (
1602016069 )
FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
WALISONGO SEMARANG
2017
PENDAHULUAN
A.
Kata Pengantar
Falsafah kesatuan ilmu, Hakikatnya
semua ilmu berasal dari Allah SWT. Ilmu yang dianggap sebagai ilmu agama atau
ilmu akhirat seperti ilmu fiqih, tauhid, tafsir, hadist dan lain-lain dan ilmu yang
dianggap sebagai ilmu dunia/ilmu umum / sains (eksakta) seperti biologi,
fisika, kimia, kedokteran dan lain-lain hakikatnya memiliki satu kesatuan,
yakni ilmu-ilmu Allah.
Ilmu agama dan ilmu eksakta tidak dapat
dipisah-pisahkan. Albert Einstein seorang ilmuan barat bahkan mengatakan bahwa
ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta, sedangkan ilmu agama tanpa ilmu
pengetahuan adalah pincang. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat
antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan (eksakta) diibaratkan simbiosis yang
saling menguntungkan.
Namun selama ini, dimasyarakat ada
paradigma yang mendikotomikan antara ilmu agama dan ilmu umum. Bahkan sampai
ada sekularitas dalam mencari ilmu. Maka dari itu pada kesempatan kali ini saya
akan membahas mengenai falsafah kesatuan ilmu dan strategi mewujudkan paradigma
kesatuan ilmu.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa
itu ilmu?
2.
Apa
itu paradigma kesatuan ilmu?
3.
Bagaimana
strategi kesatuan ilmu?
PEMBAHASAN
1.
Hakikat
ilmu
Dalam memahami paradigma kesatuan ilmu, perlu untuk lebih dipahami
terlebih dahulu mengenai ilmu,
A.
Sember
ilmu
Secara umum sumber ilmu dalam filsafat dibagi menjadi dua sumber
pokok, :
I.
Empirism
Empirisme adalah suatu aliran dalam
filsafat yang menyatakan bahwa pengetahuan perasal dari pengalaman manusia.
Empirism menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam
dirinya ketika dilahirkan.
II.
Positivism/
rasionalism
Positivism merupakan aliran pemikiran yang membatasi pemikiran
pada sesuatu yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau analisis-analisis,
mereka menganggap sumber dari ilmu adalah logika.
B.
Dimensi
keilmuan
Dalam dimensi pengembangan ilmu
pengetahuan secara garis besar ada 3 pola pengembangan, :
I.
Ontologi
Pembahasan tentang ontologi sebagai
dasar ilmu berusaha untuk menjaawab pertanyaan “apa” , yang menurut aristoteles
merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu menganai esensi benda.
Ontologi menyelidiki difat dasar dari yang nyata secara fundamental. Dengan
demikian ontology dapat diartikan sebagai pembicaraan prinsip yang paling
mendasar atau paling mendalam mengenai sesuatu yang ada.
II.
Dimensi
Epistomologis
Epistomologis juga sering disebut
sebagai tori pengetahuan, secara bahasa epistomologi berasal dari yunani dari
akar kata episteme yang bearti pengetahuan dan logos yang bearti ilmi atau
teori. Jadi epistomologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal usul atau sumber, struktur atau metode sahnya pengetahuan.
Epistomologis digunakan untuk menjawab pertanyaan “bagaimana”.
Dalam islam epistomologi dibagi
menjadi 3 :
1.
Epistomologi
bayani
Metode pemikiran khas arab yang
menekankan “nash” secara langsung (langsung menerima utuh apa yang ada pada
nash) atau tidak langsung (dilakukan analisis mendalam mengenai apa yang ada
pada nas dengan dibantu rasio) . Atau dapat diartikan bahwa dalam epistomoligi
bayani nash atau dalil dijadikan sebagai akar prngetahuan. [1]
2.
Epistomologi
burhani
Burhani lebih mendasari dirinya
dengan kekuatan rasio atau akal yang dilakukan lewat dalil dalil logika, Bahkan
nash hanya diterima apabila sesuai dengan logika rasional.
3.
Epistomologi
irfani
Epistomogi irfani merupakan
kelanjutan dari epistomologi bayani, akan tetapi kedua pengetahuan ini berbeda,
jika bayani mendasarkan kepada teks irfani mendasarkan kepada pengetahuan kasf
atau tersingkapnya sesuatu karena tuhan. Oleh karena itu irfani tidak
melandaskan kepada teks namun dilandaskan atas intuisi atau hati yang suci
sehingga tuhan menyingkapkan suatu pengetahuan[2]
III.
Dimensi
Aksiologis
Aksiologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau
kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan
di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai
ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi
menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada
tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya
dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat
dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama,
bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
Dalam aksiologis ada dua pendapat yang utama, yang pertama dari aristoteles
dan francis bacon. Aksiologi menurut aristoteles adalah ilmu pengetahuan untuk
pengetahuan itu sendiri, sedangkan menurut francis bacon ilmu pengetahuan harus
digunakan semata-mata untuk kemanfaatan dan kemaslahatan umat manusia
2.
Paradigma
kesatuan ilmu
Paradigma kesatuan ilmu berasal dari tiga kata, paradigma, kesatuan
dan ilmu. Paradigma diambil dari bahasa inggriis paradigm, dari bahasa yunani
kata para bearti disamping atau disebelah, dan dekynai bearti model, contoh[3]
dan dalam bahasa indonesia kata filsafat dapat diartikan sebagai sedut pandang atau
pola fikir. Sedangkan ilmu, secara istilah paradigma dapat diartikan sebagai
cara pandang yang mendasar seseorang tentang apa yang menjadi pokok persoalan
yang semestinya di pelajari.
Sedangkan ilmu secara bahasa ilmu berasal dari bahasa arab al ilm
lawan dari al jahil yang dalam bahasa latin di sebut science ilmu secara bahasa
dapat diartikan sebagai tahu atau pengetahuan sedanggan menurut istilah ilmu
dapat diartikan sebagai pengetahuan yang telah disusun secara sistematis yang
dengannya akan tersingkap suatu hakikat secar sempurna.
Jadi paradigma kesatuan ilmu dapat diartikan sebagai suatu pola
pikir atauu pandangan yang menganggap bahwa keilmuan itu memiliki satu kesatuan
dan tidak bisa di dikotomikan antara ilmu agama dan dunia.
3.
Strategi
kesatuan ilmu
Dalam strategi kesatuan ilmu, civitas akademik UIN Walisongo
semarang memerikan tiga cara untuk mewujudkan kesatuan dalam ilmu pengetahuan.
1.
Humanisasi
ilmu agama
Humanisasi ilmu agama sangat
diperlukan, mengikat ada paradigma dari masyarakat bahwa biasanya ilmu agama
bersifat ekslusif. Maka dari itu humanisasi diperlukan untuik merekontruksi
kembali ilmu ilmu keislaman agar dapan semakin menyentuh dan memberi solusi
nyata bagi kehidupan manusia. Strategi ini meliputi segala upaya
untuk menyatukan nilai universal islam dengan ilmu pengetahuan modern sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup dan peradaban manusia.
Sebagai contoh dalam upaya menghumanisasi ilmu agama
adalah dengan mengkaji ayat ayat alquran, setelah itu kita pahami maksudnya dan
dikaji dg penelitian modern, agar memberikan solusi yg nyata dan terbukti
kemanfaatanya bagi manusia.
2.
Spiritualisasi
ilmu umum
Strategi
spiritualisasi adalah memberikan pijakan nilai-nilai ketuhanan (ilahiyah) dan
etika terhadap ilmu-ilmu sekuler untuk memastikan bahwa pada dasarnya semua
ilmu berorientasi pada peningkatkan kualitas/keberlangsungan hidup manusia dan
alam serta bukan penistaan atau perusakan keduanya. Strategi ini meliputi
segala upaya untuk membangun ilmu pengetahuan didasarkan pada kesadaran
kesatuan ilmu pengetahuan yang bersumber dari ayat-ayat Allah baik yang
diperoleh melalui para nabi, eksplorasi akal, maupun pemanfaatan alam.
Hal
ini diperlukan mengingat bahwa Ciri khas ilmu-ilmu modern atau yang lahir dari
renaisans Eropa adalah semangat yang melandasi ilmu pengetahuan yaitu semangat
pemberontakan terhadap Yang Sakral, penguasaan terhadap eksistensi dunia, dan
menundukkan mansia menjadi tuhan di alam semesta ini. Dengan begitu, manusia
bebas untuk bertindak dalam kehidupan ini tanpa harus merasa takut atau
dipersalahkan dan dimintai pertanggung jawaban atas tindakannya tersebut oleh
Tuhan, Sang Pemilik alam semesta ini. Dampak dari pola pikir sekular tersebut telah
menghilangkan Yang Sakral hilang dari kehidupan sehari-hari. Pembicaraan
tentang Yang Sakral dianggap pembicaraan asing dan ketingalan zaman. Dari
sinilah sejarah akal tanpa wahyupun bermula, spiritualitas secara perlahan
mulai disingkirkan dari kehidupan modern.
Maka
dari itu penting untuk merekontruksi kembali keilmuan umum dengan menyisipkan
spiritualitas kedalamnya.
Contoh
dari spiritualisasi ilmu umum adalah dapat kita lihat dari permasalahan
kloning, jika tanpa batasan batasan spiritual dan ilmu dibiarkan sendiri maka
ilmu akan berjalan bebas. Namun berkat spiritualisai, tuntunan dari agama
perkembangan ilmu kloning memiliki batasan batasan dengan dilarangnya
perkloningan manusia.
3. Revitalisasi
local wisdom
Revitalisasi
kearifan lokal ini dapat diatikan sebagai penguatan kembali ajaran-ajaran
leluhur bangsa. Strategi ini terdiri dari semua usaha-usaha supaya dapat tetap
setia pada ajaran luhur budaya lokal dan pengembangannya, guna penguatan
karakter bangsa.
Penutup
A.
Kesimpulan
1.
Secara
umum sumber ilmu dalam filsafat dibagi menjadi dua sumber pokok, :
I.
Empirism
II.
Positivism/
rasionalism
2.
Dalam
dimensi pengembangan ilmu pengetahuan secara garis besar ada 3 pola pengembangan
I.
Ontologi
II.
Epistomologi
Dalam islam epistologi dibagi menjadi 3, :
·
Bayani
·
Burhani
·
Irfani
III.
Aksiologi
3.
Paradigma
kesatuan ilmu dapat diartikan sebagai suatu pola pikir atauu pandangan yang
menganggap bahwa keilmuan itu memiliki satu kesatuan dan tidak bisa di
dikotomikan antara ilmu agama dan dunia.
4.
Strategi
kesatuan ilmu
1.
Humanisasi
ilmu agama
2.
Spiritualisasi
ilmu umu
3.
Revitalisasi
local wisdom
B.
Kritik saran
Sekian
makalah yang saya buat, Jika ada yang baik datangnya dari allah dan jika ada
kesalahan datangnya dari saya sendiri. Selanjutnya jika ada kritik membangun
dan saran sangat saya terima untuk lebih memperbaiki dalam penulisan penulisan
makalah kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Jabiri,
M. Abid Al . Problem Peradaban ( Yogyakarta : Belukar 2004)
Sholeh, A. Khudoiri. Model
epistomologi islam aljabiri-dalama pemikiran kontemporer. (yogyakarta :
jendela, 2003)
Bagus,
Lorens. Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia, 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar