Pages

Translate

Labels

ojoooo



Minggu, 16 Februari 2014

MAKALAH FIQIH JINAYAH : TEORI TEORI PEMBUKTIAN

MAKALAH
TEORI TEORI PEMBUKTIAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah    : fiqh jinayah
Dosen Pengampu : Naili Anafah



Logo 3D UIN Walisongo
 












Disusun oleh:
1.      Faisal Haqiqi                               1602016054
2.      Shofi Azahroh                            1602016068
3.      Labib Habibi                   1602016069
JURUSAN HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  WALISONGO
SEMARANG
2017


A.     Pengertian dan prinsip-prinsip pembuktian

1.      Pengertian bayyinah
Pembuktian menurut istilah bahasa arab berasal dari kata “bayyinah” yang artinya suatu yang menjelaskan. Ibn al-qayyim al-jauziyah dalam kitabnya at-turuq al-hukmiyah mengaertikan “bayyinah” sebagai segala sesuatu atau apa saja yang dapat mengungkapkan dan menjelaskan kebenaran sesuatu.[ Kamus Bahasa Indonesia ]
 pembuktian secara etimologi berasal dari “bukti” yang berarti sesuatu peristiwa. Sedangkan secara terminologis, pembuktian berarti usaha menunjukkan benar atau salahnya seseorang terdakwa dalam sidang pengadilan.[1] Menurut ibnu al qayyim , bayyinaha meliputi apa saja yang dapat mengungkapkan dan menjelaskan kebenaran sesuatu.[2]

2. Dasar Hukum Pembuktian
Dalam hukum Islam terdapat banyak ayat al-Qur'an sebagai landasan
berpijak tentang pembuktian. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      (QS. Al-Baqarah : 282)45
Artinya : “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya”. [3]
2.      (QS. An-Nisa' : 6)46
Artinya : "kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka
hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi
mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian
itu)".
3.      (QS. Ath-Thalaq : 2)47
Artinya : "dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara
kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah"
4.      Hadist riwayat baihaqi
Artinya : "dan diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang sahih:
keterangan saksi adalah hak penuntut, sedangkan sumpah adalah
haknya terdakwa (orang yang ingkar)


2.      Prinsip Pembuktian.
Pada sarnya prinsip pembuktian harus mencakup  beberapa asas, yang asas tersebut diantaranya:
1. Asas Audi Et Alteram Partem; adalah asas kesamaan proses dan para pihak yang berperkara. Berdasarkan asas ini, hakim tidak boleh menjatuhkan putusan sebelum memberi kesempatan untuk mendengarkan kedua pihak. Hakim harus adil dalam memberikan beban pembuktian pada pihak yang berperkara agar kesempatan untuk kalah atau menang bagi kedua pihak tetap sama.

2. Asas Ius Curia Novit; bahwa Hakim selalu difiksikan mengetahui akan hukumnya dari setiap kasus yang diadilinya. Hakim sama sekali tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara hingga putus dengan alasan tidak ada dasar hukumnya.

3. Asas Nemo Testis Indoneus In Propria Causa; bahwa tidak seorangpun vang dapat menjadi saksi atas perkaranya sendiri. Sehingga berdasarkan asas ini, baik pihak penggugat atau pun pihak tergugat tidak mungkin tampil sebagai saksi dalam persengketaan antara mereka sendiri.

4. Asas Ne Ultra Petita; bahwa hakim hanya boleh mengabulkan sesuai apa yang dituntut. Hakim dilarang mengabulkan lebih daripada yang dituntut. Sehingga dalam pembuktian hakim tidak boleh membuktikan lebih daripada apa yang dituntut oleh penggugat.

5. Asas Nemo Plus Juris Transferre Potest Quam Ipse Habet; asas ini menentukan bahwa tidak ada orang yang dapat mengalihkan lebih banyak hak dari pada apa yang dimilikinya.

6. Asas Negativa Non Sunt Probanda; bahwa sesuatu yang bersifat negatif itu tidak dapat dibuktikan. Yang dimaksud sebagai sesuatu yang bersifat negatif adalah yang menggunakan perkataan "TIDAK", misalnya : tidak berada di Jakarta, tidak merusak tanaman, tidak berutang kepada si A, dan lain-lain. Namun yang negatif ini dapat dibuktikan secara tidak langsung.

7. Asas Actori Incumbit Probatio; bahwa asas ini terkait dengan beban pembuktian. Asas ini berarti bahwa barangsiapa yang mempunyai suatu hak atau menyangkali adanya hak orang lain, harus membuktikannya. Hal ini berarti bahwa dalam hal pembuktian yang diajukan penggugat dan tergugat sama-sama kuat, maka baik penggugat maupun tergugat ada kemungkinan dibebani dengan pembuktian oleh hakim.

8. Asas Yang Paling Sedikit Dirugikan; bahwa hakim harus membebani pembuktian bagi pihak yang paling sedikit dirugikan jika harus membuktikan. Asas ini sering dihubungkan dengan asas Negativa non sunt probanda. Jadi yang dianggap pihak yang paling dirugikan jika harus membuktikan adalah pihak yang harus membuktikan sesuatu yang negatif.

9. Asas Bezitter Yang Beriktikad Baik; bahwa iktikad baik selamanya harus dianggap ada pada setiap orang yang menguasai sesuatu benda dan barang siapa menggugat akan adanya iktikad buruk bezittter itu harus membuktikannya (lihat pasal 533 BW).

10. Asas Yang Tidak Biasa Harus Membuktikan; bahwa barangsiapa yang menyatakan sesuatu yang tidak biasa, harus membuktikan sesuatu yang tidak biasa itu.[4]

B.     MACAM-MACAM ALAT BUKTI

Alat-alat bukti (hujjah), ialah sesuatu yang membenarkan gugatan. Para
fuqaha berpendapat, bahwa hujjah (bukti-bukti) itu ada 7 macam
1. Iqrar (pengakuan),
2. Syahadah (kesaksian),
3. Yamin (sumpah),
4. Nukul (menolak sumpah),
5. Qasamah (sumpah),
6. Keyakinan hakim,
7. Bukti-bukti lainnya yang dapat dipergunakan.

1.      Iqrar
Iqrar yaitu suatu pernyataan dari penggugat atau tergugat atau
pihak-pihak lainnya mengenai ada tidaknya sesuatu. Ikrar adalahpernyataan seseorang tentang dirinta sendiri yang bersifat sepihak dan
tidak memerlukan persetujuan pihak lain. Ikrar atau pengakuan dapat
diberikan di muka Hakim di persidangan atau di luar persidangan.
Syarat-syarat pelaku ikrar:
1. Baligh : dewasa,
2. Aqil : berakal/waras, tidak gila,
3. Rasyid : punya kecakapan bertindak.
Jenis ikrar:
1. Lisan,
2. Isyarat, kecuali dalam perkara zina.
3. Tertulis.
Pengakuan (iqrar) adalah dasar yang paling kuat karena akibat hukumnya kepada pelaku sendiri dan tidak dapat menyeret kepada orang lain. [5]

2.      Syahadah (saksi)
Saksi ialah orang yang memberikan keterangan di muka sidang,
dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau
keadaan yang ia lihat, dengar, dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya
peristiwa atau keadaan tertentu
 Syarat sah saksi:
a. Muslim
b. Sehat akal
c. Baligh
d. Tidak fasik
As-Sayid Sabiq dalam kitabnya Fikih Sunnah merinci tujuh hal
yang harus dipenuhi sebagai saksi, antara lain:
a. Islam
b. Adil (bahwa kebaikan mereka harus mengalahkan keburukannya serta
tidak pendusta)
c. Baligh
d. Berakal (tidak gila atau mabuk)
e. Berbicara (tidak bisu)
f. Hafal dan cermat
g. Bersih dari tuduhan

Orang-orang yang ditolak untuk menjadi saksi adalah diantaranya
sebagai berikut:
1. Yang bermusuhan dengan pihak yang berperkara
2. Mahram
3. Yang berkepentingan atas perkara itu
4. Sakit jiwa
5. Fasik; yaitu orang yang suka menyembunyikan yang benar dan
menampakkan yang salah
6. Safih (yang lemah akal atau dibawah pengampuan)

3.      Yamin (sumpah)
Sumpah ialah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau
diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat
sifat Maha Kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi
keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya. Sumpah
menurut Hukum Islam disebut al-yamin atau al-hilf tetapi kata al-yamin
lebih umum dipakai. Sedangkan sumpah di lapangan pidana disebut
qasamah.
Alat bukti sumpah tidak bisa berdiri sendiri. Artinya, Hakim tidak
bisa memutus hanya semata-mata mendasarkan kepada sumpah tanpa
disertai oleh alat bukti lainnya. Sumpah hanyalah merupakan salah satu
alat bukti yang dapat diandalkan untuk pengambilan putusan terakhir.
Fungsi sumpah dan nilai kekuatan pembuktiannya:
1. Memberikan rasa takut, emosional sugesti, kepada terdakwa akan
akibat sumpah palsu, sehingga akan mendorongnya memberi pengakuan
secara jujur.
2. Dengan menolak bersumpah, terdakwa/tergugat menjadi pihak yang
dikalahkan, karena nilai kekuatan pembuktian penolakannya itu
menempati kedudukan pengakuan

4.      Bukti-bukti tertulis
Bukti-bukti tertulis yang dimaksud di sini terdiri atas dua hal, yaitu
akta dan surat keterangan.
1. Akta diperlukan sebagai alat bukti misalnya dalam hal membuktikan
kompetensi absolut suatu perkara yang dapat diputus oleh hakim
pengadilan agama.
2. Surat keterangan digunakan untuk pembuktian kompetensi relatif bagi
pengadilan agama yang memutus perkara tersebut. Surat keterangan
yang dimaksud misalnya adalah surat keterangan domisili pihak-pihak
yang bersengketa.
Ada beberapa fungsi surat atau akta ditinjau dari segi hukum, yaitu
sebagai berikut:
1. Sebagai syarat menyatakan perbuatan hukum. Dalam beberapa
peristiwa atau perbuatan hukum, akta ditetapkan sebagai syarat pokok
(formalitas causa), tanpa akta dianggap perbuatan hukum yang
dilakukan tidak memenuhi syarat formil. Sebagai contoh, perbuatan
hukum memanggil penggugat atau tergugat untuk menghadiri sidang,
hal tersebut harus dilakukan dengan akta (eksploite), sebab jika tidak
demikian dinyatakan tidak sah.
2. Sebagai alat bukti. Pada umumnya, pembuatan akta tidak lain
dimaksudkan sebagai alat bukti, sekaligus juga melekat sebagai syarat
menyatakan perbuatan dan sekaligus dimaksudkan sebagai fungsi alat
bukti, dengan demikian suatu akta bisa berfungsi ganda.
3. Sebagai alat bukti satu-satunya. Dalam hal ini, surat (akta) berfungsi
sebagai "probationis causa", sebab tanpa surat (akta) maka tidak dapat
dibuktikan dengan alat bukti lain
.Tabayun (Limpahan Pemeriksaan)
Tabayun adalah upaya perolehan kejelasan yang dilakukan oleh
pemeriksaan majelis pengadilan yang lain dari pada majelis pengadilan
yang sudah memeriksa.
Di samping alat-alat bukti tersebut di atas, Ibnu Qayyim
mengemukakan alat bukti lain, antara lain sebagai berikut
1. Al-Yad al-Mujarrad (penguasaan semata-mata terhadap sesuatu), yaitu
bukti yang tidak memerlukan sumpah, seperti anak-anak atau orang
yang berada di bawah pengampuan, yang memiliki harta peninggalanayahnya. Dengan dasar penguasaan kasus seperti ini telah cukup
sebagai alat bukti sehingga tidak diperlukan sumpah[6]
2.Al-Inkar al-Mujarrad (pengingkaran semata-mata terhadap suatu
gugatan).
Abdurrahman Ibrahim Abdul Aziz al-Humaidi, ahli fikih
kontemporer dari Arab Saudi, menyatakan bahwa untuk zaman
kontemporer alat bukti lain yang dapat digunakan adalah alat bukti
tulisan yang dianggap sah oleh lembaga pengadilan. Alasannya
didasarkan pada firman Allah SWT. yang berbunyi:
QS. Al-Baqarah(2): 282
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya…"
3. Bukti penguasaan atas sesuatu dan sumpah atasnya, seperti bila ada
seseorang yang dituduh bahwa yang dimilikinya adalah bukan miliknya,
kemudian pemilik hak itu menyangkal atas tuduhan tersebut, lalu ia
diminta bersumpah maka pemilik hak itu menjadi miliknya, dan jika
tidak mau sumpah maka dicabutlah hak itu dari kekuasaannya.
4. Penolakan, yang dimaksud penolakan ini adalah menolaknya mud'aa
alaih (tertuduh/tergugat) untuk bersumpah sebagaimana diminta oleh
mudda'i (penuntut umum/penggugat). Karena menolak sumpah
dianggap sebagai penguat suatu tuduhan/gugatan maka kekuatan bukti
ini dapat disamakan dengan pengakuan.
5. Menolak sumpah dan mengembalikan sumpah kepada penggugat. Ada
suatu hadits yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Nafi' Ibnu Umar
bahwa Nabi saw. pernah meminta kepada penggugat untuk bersumpah.
Hadist tersebut berbunyi sebagai berikut:
عَنْ نَافِعِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلُ الَّلهِ صَلَّى الَّلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَدَّ الْيَمِيْنِ عَلَى طَالِبِ الْحَقِّ
Artinya: "Dari Nafi' dari Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Rasulullah
saw. pernah mengembalikan sumpah kepada penggugat hak."  (HR. ad-Daruquthni)[7]




[2] Buku 1 hal 44
[3] Buku 1. Hal 34
[4] Buku perdata
[5] Buku 1 halaman 41
[6] Buku 1 hala 34
[7] Buku 1 halaman 34-36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar