MAKALAH
TEORI
TEORI PEMBUKTIAN
Disusun untuk
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : fiqh jinayah
Dosen Pengampu
: Naili Anafah
Disusun oleh:
1.
Faisal
Haqiqi
1602016054
2.
Shofi
Azahroh 1602016068
3.
Labib
Habibi 1602016069
JURUSAN
HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
A.
Pengertian dan
prinsip-prinsip pembuktian
1. Pengertian
bayyinah
Pembuktian
menurut istilah bahasa arab berasal dari kata “bayyinah” yang artinya suatu
yang menjelaskan. Ibn al-qayyim al-jauziyah dalam kitabnya at-turuq al-hukmiyah
mengaertikan “bayyinah” sebagai segala sesuatu atau apa saja yang dapat
mengungkapkan dan menjelaskan kebenaran sesuatu.[ Kamus Bahasa Indonesia ]
pembuktian secara etimologi berasal dari
“bukti” yang berarti sesuatu peristiwa. Sedangkan secara terminologis,
pembuktian berarti usaha menunjukkan benar atau salahnya seseorang terdakwa
dalam sidang pengadilan.[1] Menurut
ibnu al qayyim , bayyinaha meliputi apa saja yang dapat mengungkapkan dan
menjelaskan kebenaran sesuatu.[2]
2.
Dasar Hukum Pembuktian
Dalam hukum Islam terdapat banyak
ayat al-Qur'an sebagai landasan
berpijak
tentang pembuktian. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. (QS.
Al-Baqarah : 282)45
Artinya : “Dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di
antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang
lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya
jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya”. [3]
2. (QS.
An-Nisa' : 6)46
Artinya :
"kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka
hendaklah
kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi
mereka.
Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian
itu)".
3. (QS. Ath-Thalaq
: 2)47
Artinya : "dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara
kamu
dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah"
4. Hadist
riwayat baihaqi
Artinya : "dan diriwayatkan
oleh al-Baihaqi dengan sanad yang sahih:
keterangan
saksi adalah hak penuntut, sedangkan sumpah adalah
haknya
terdakwa (orang yang ingkar)
2. Prinsip
Pembuktian.
Pada sarnya prinsip pembuktian
harus mencakup beberapa asas, yang asas
tersebut diantaranya:
1. Asas
Audi Et Alteram Partem; adalah asas kesamaan proses dan para pihak yang
berperkara. Berdasarkan asas ini, hakim tidak boleh menjatuhkan putusan sebelum
memberi kesempatan untuk mendengarkan kedua pihak. Hakim harus adil dalam
memberikan beban pembuktian pada pihak yang berperkara agar kesempatan untuk
kalah atau menang bagi kedua pihak tetap sama.
2. Asas
Ius Curia Novit; bahwa Hakim selalu difiksikan mengetahui akan hukumnya dari
setiap kasus yang diadilinya. Hakim sama sekali tidak boleh menolak untuk
memeriksa perkara hingga putus dengan alasan tidak ada dasar hukumnya.
3. Asas
Nemo Testis Indoneus In Propria Causa; bahwa tidak seorangpun vang dapat
menjadi saksi atas perkaranya sendiri. Sehingga berdasarkan asas ini, baik
pihak penggugat atau pun pihak tergugat tidak mungkin tampil sebagai saksi
dalam persengketaan antara mereka sendiri.
4. Asas
Ne Ultra Petita; bahwa hakim hanya boleh mengabulkan sesuai apa yang dituntut.
Hakim dilarang mengabulkan lebih daripada yang dituntut. Sehingga dalam
pembuktian hakim tidak boleh membuktikan lebih daripada apa yang dituntut oleh
penggugat.
5. Asas
Nemo Plus Juris Transferre Potest Quam Ipse Habet; asas ini menentukan bahwa
tidak ada orang yang dapat mengalihkan lebih banyak hak dari pada apa yang
dimilikinya.
6. Asas
Negativa Non Sunt Probanda; bahwa sesuatu yang bersifat negatif itu tidak dapat
dibuktikan. Yang dimaksud sebagai sesuatu yang bersifat negatif adalah yang
menggunakan perkataan "TIDAK", misalnya : tidak berada di Jakarta,
tidak merusak tanaman, tidak berutang kepada si A, dan lain-lain. Namun yang
negatif ini dapat dibuktikan secara tidak langsung.
7. Asas
Actori Incumbit Probatio; bahwa asas ini terkait dengan beban pembuktian. Asas
ini berarti bahwa barangsiapa yang mempunyai suatu hak atau menyangkali adanya
hak orang lain, harus membuktikannya. Hal ini berarti bahwa dalam hal
pembuktian yang diajukan penggugat dan tergugat sama-sama kuat, maka baik
penggugat maupun tergugat ada kemungkinan dibebani dengan pembuktian oleh
hakim.
8. Asas
Yang Paling Sedikit Dirugikan; bahwa hakim harus membebani pembuktian bagi
pihak yang paling sedikit dirugikan jika harus membuktikan. Asas ini sering
dihubungkan dengan asas Negativa non sunt probanda. Jadi yang dianggap pihak
yang paling dirugikan jika harus membuktikan adalah pihak yang harus membuktikan
sesuatu yang negatif.
9. Asas
Bezitter Yang Beriktikad Baik; bahwa iktikad baik selamanya harus dianggap ada
pada setiap orang yang menguasai sesuatu benda dan barang siapa menggugat akan
adanya iktikad buruk bezittter itu harus membuktikannya (lihat pasal 533 BW).
10. Asas
Yang Tidak Biasa Harus Membuktikan; bahwa barangsiapa yang menyatakan sesuatu
yang tidak biasa, harus membuktikan sesuatu yang tidak biasa itu.[4]
B. MACAM-MACAM ALAT BUKTI
Alat-alat
bukti (hujjah), ialah sesuatu yang membenarkan gugatan. Para
fuqaha
berpendapat, bahwa hujjah (bukti-bukti) itu ada 7 macam
1. Iqrar
(pengakuan),
2.
Syahadah (kesaksian),
3. Yamin
(sumpah),
4. Nukul
(menolak sumpah),
5.
Qasamah (sumpah),
6.
Keyakinan hakim,
7.
Bukti-bukti lainnya yang dapat dipergunakan.
1. Iqrar
Iqrar
yaitu suatu pernyataan dari penggugat atau tergugat atau
pihak-pihak
lainnya mengenai ada tidaknya sesuatu. Ikrar adalahpernyataan seseorang tentang
dirinta sendiri yang bersifat sepihak dan
tidak
memerlukan persetujuan pihak lain. Ikrar atau pengakuan dapat
diberikan
di muka Hakim di persidangan atau di luar persidangan.
Syarat-syarat
pelaku ikrar:
1. Baligh
: dewasa,
2. Aqil :
berakal/waras, tidak gila,
3. Rasyid
: punya kecakapan bertindak.
Jenis
ikrar:
1. Lisan,
2. Isyarat,
kecuali dalam perkara zina.
3.
Tertulis.
Pengakuan (iqrar) adalah dasar
yang paling kuat karena akibat hukumnya kepada pelaku sendiri dan tidak dapat
menyeret kepada orang lain. [5]
2. Syahadah (saksi)
Saksi
ialah orang yang memberikan keterangan di muka sidang,
dengan
memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau
keadaan
yang ia lihat, dengar, dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya
peristiwa
atau keadaan tertentu
Syarat sah saksi:
a.
Muslim
b.
Sehat akal
c.
Baligh
d.
Tidak fasik
As-Sayid
Sabiq dalam kitabnya Fikih Sunnah merinci tujuh hal
yang
harus dipenuhi sebagai saksi, antara lain:
a.
Islam
b.
Adil (bahwa kebaikan mereka harus mengalahkan keburukannya serta
tidak
pendusta)
c.
Baligh
d.
Berakal (tidak gila atau mabuk)
e.
Berbicara (tidak bisu)
f.
Hafal dan cermat
g.
Bersih dari tuduhan
Orang-orang
yang ditolak untuk menjadi saksi adalah diantaranya
sebagai
berikut:
1.
Yang bermusuhan dengan pihak yang berperkara
2.
Mahram
3.
Yang berkepentingan atas perkara itu
4.
Sakit jiwa
5.
Fasik; yaitu orang yang suka menyembunyikan yang benar dan
menampakkan
yang salah
6.
Safih (yang lemah akal atau dibawah pengampuan)
3. Yamin (sumpah)
Sumpah
ialah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau
diucapkan
pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat
sifat
Maha Kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi
keterangan
atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya. Sumpah
menurut
Hukum Islam disebut al-yamin atau al-hilf tetapi kata al-yamin
lebih
umum dipakai. Sedangkan sumpah di lapangan pidana disebut
qasamah.
Alat
bukti sumpah tidak bisa berdiri sendiri. Artinya, Hakim tidak
bisa
memutus hanya semata-mata mendasarkan kepada sumpah tanpa
disertai
oleh alat bukti lainnya. Sumpah hanyalah merupakan salah satu
alat
bukti yang dapat diandalkan untuk pengambilan putusan terakhir.
Fungsi
sumpah dan nilai kekuatan pembuktiannya:
1.
Memberikan rasa takut, emosional sugesti, kepada terdakwa akan
akibat
sumpah palsu, sehingga akan mendorongnya memberi pengakuan
secara
jujur.
2. Dengan
menolak bersumpah, terdakwa/tergugat menjadi pihak yang
dikalahkan,
karena nilai kekuatan pembuktian penolakannya itu
menempati
kedudukan pengakuan
4. Bukti-bukti
tertulis
Bukti-bukti
tertulis yang dimaksud di sini terdiri atas dua hal, yaitu
akta dan
surat keterangan.
1. Akta
diperlukan sebagai alat bukti misalnya dalam hal membuktikan
kompetensi
absolut suatu perkara yang dapat diputus oleh hakim
pengadilan
agama.
2. Surat
keterangan digunakan untuk pembuktian kompetensi relatif bagi
pengadilan
agama yang memutus perkara tersebut. Surat keterangan
yang
dimaksud misalnya adalah surat keterangan domisili pihak-pihak
yang
bersengketa.
Ada
beberapa fungsi surat atau akta ditinjau dari segi hukum, yaitu
sebagai
berikut:
1.
Sebagai syarat menyatakan perbuatan hukum. Dalam beberapa
peristiwa
atau perbuatan hukum, akta ditetapkan sebagai syarat pokok
(formalitas
causa), tanpa akta dianggap perbuatan hukum yang
dilakukan
tidak memenuhi syarat formil. Sebagai contoh, perbuatan
hukum
memanggil penggugat atau tergugat untuk menghadiri sidang,
hal
tersebut harus dilakukan dengan akta (eksploite), sebab jika tidak
demikian
dinyatakan tidak sah.
2.
Sebagai alat bukti. Pada umumnya, pembuatan akta tidak lain
dimaksudkan
sebagai alat bukti, sekaligus juga melekat sebagai syarat
menyatakan
perbuatan dan sekaligus dimaksudkan sebagai fungsi alat
bukti,
dengan demikian suatu akta bisa berfungsi ganda.
3.
Sebagai alat bukti satu-satunya. Dalam hal ini, surat (akta) berfungsi
sebagai
"probationis causa", sebab tanpa surat (akta) maka tidak dapat
dibuktikan
dengan alat bukti lain
.Tabayun
(Limpahan Pemeriksaan)
Tabayun
adalah upaya perolehan kejelasan yang dilakukan oleh
pemeriksaan
majelis pengadilan yang lain dari pada majelis pengadilan
yang
sudah memeriksa.
Di
samping alat-alat bukti tersebut di atas, Ibnu Qayyim
mengemukakan
alat bukti lain, antara lain sebagai berikut
1.
Al-Yad al-Mujarrad (penguasaan semata-mata terhadap sesuatu), yaitu
bukti
yang tidak memerlukan sumpah, seperti anak-anak atau orang
yang
berada di bawah pengampuan, yang memiliki harta peninggalanayahnya. Dengan
dasar penguasaan kasus seperti ini telah cukup
sebagai
alat bukti sehingga tidak diperlukan sumpah[6]
2.Al-Inkar
al-Mujarrad (pengingkaran semata-mata terhadap suatu
gugatan).
Abdurrahman
Ibrahim Abdul Aziz al-Humaidi, ahli fikih
kontemporer
dari Arab Saudi, menyatakan bahwa untuk zaman
kontemporer
alat bukti lain yang dapat digunakan adalah alat bukti
tulisan
yang dianggap sah oleh lembaga pengadilan. Alasannya
didasarkan
pada firman Allah SWT. yang berbunyi:
QS.
Al-Baqarah(2): 282
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu
menuliskannya…"
3.
Bukti penguasaan atas sesuatu dan sumpah atasnya, seperti bila ada
seseorang
yang dituduh bahwa yang dimilikinya adalah bukan miliknya,
kemudian
pemilik hak itu menyangkal atas tuduhan tersebut, lalu ia
diminta
bersumpah maka pemilik hak itu menjadi miliknya, dan jika
tidak
mau sumpah maka dicabutlah hak itu dari kekuasaannya.
4.
Penolakan, yang dimaksud penolakan ini adalah menolaknya mud'aa
alaih
(tertuduh/tergugat) untuk bersumpah sebagaimana diminta oleh
mudda'i
(penuntut umum/penggugat). Karena menolak sumpah
dianggap
sebagai penguat suatu tuduhan/gugatan maka kekuatan bukti
ini
dapat disamakan dengan pengakuan.
5.
Menolak sumpah dan mengembalikan sumpah kepada penggugat. Ada
suatu
hadits yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Nafi' Ibnu Umar
bahwa
Nabi saw. pernah meminta kepada penggugat untuk bersumpah.
Hadist
tersebut berbunyi sebagai berikut:
عَنْ نَافِعِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلُ الَّلهِ صَلَّى الَّلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَدَّ الْيَمِيْنِ عَلَى طَالِبِ الْحَقِّ
Artinya:
"Dari Nafi' dari Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Rasulullah
saw.
pernah mengembalikan sumpah kepada penggugat hak." (HR. ad-Daruquthni)[7]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar