KORUPSI
Kasus Gayus, menurut saya, merupakan suatu concursus
atau perbarengan tindak pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan
tindak pidana ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang
dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau
antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi
oleh suatu putusan hakim. Dapat juga di dalam bentuk concursus itu
terjadi dua atau lebih tindak pidana oleh dua atau lebih orang. Jadi intinya,
yang terpenting adalah ada lebih dari satu tindak pidana dan diantara tindak
pidana tersebut belum diputus hakim.
Pada pengulangan
juga terdapat lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang.
Perbedaan pokoknya adalah bahwa pada pengulangan tindak pidana yang dilakukan
pertama atau lebih awal telah diputus oleh hakim dengan mempidana pada si
pembuat/pelaku, bahkan telah dijalaninya baik sebagian atau seluruhnya.
Sedangkan pada perbarengan (concursus) syarat seperti pada pengulangan tidaklah
diperlukan. Pengulangan tindak pidana lebih
familiar dengan sebutan recidive.Gayus Halomoan Tambunan dituduh melakukan tiga tindak pidana sekaligus, yaitu korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Ini tidak masuk ke dalam suatu penyertaan pidana karena Gayus melakukan delik secara sendiri dan tidak bersama-sama. Penyertaan dalam poin kesatu bentuk-bentuk penyertaan, yaitu “mereka yang melakukan (pembuat pelaksana: Pleger)” adalah berbeda dengan enkelvoudige dader (pembuat tunggal). Perbedaan pleger dengan dader (pembuat tunggal) adalah, bagi seorang pleger masih diperlukan keterlibatan minimal seorang lainnya, baik secara psikis, misalnya terlibat dengan seorang pembuat penganjur; atau terlibat secara fisik, misalnya dengan pembuat peserta atau pembuat pembantu. Jadi, seorang pleger diperlukan sumbangan dari peserta lain dalam mewujudkan tindak pidana. Tetapi, keterlibatan dalam hal sumbangan peserta lain ini, perbuatannya haruslah sedemikian rupa sehingga perbuatannya itu tidak semata-mata menentukan untuk terwujudnya tindak pidana yang dituju.
Fakta-fakta di
dalam kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Halomoan Tambunan, menunjukkan
dan mengindikasikan bahwa itu merupakan suatu perbarengan tindak pidana.
Mengapa?
Hal tersebut
karena Gayus disangkakan dan dijerat dengan pasal mengenai korupsi, pencucian
uang (money laundering) serta penggelapan. Ketiganya merupakan bentuk tindak
pidana. Masing-masing berbeda antara satu dengan yang lain. Korupsi diatur di
dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian, money laundering diatur di dalam Undang-undang No. 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Undang-undang No. 25
Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang. Lalu, penggelapan itu diatur di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 372-377.
Oleh karena itu, concursus
dari kasus Gayus masuk ke dalam concursus realis (perbarengan
perbuatan) atau meerdaadse samenloop. Perihal apa yang dimaksud
dengan perbarengan perbuatan, kiranya dapat disimpulkan dari rumusan pasal 65
ayat (1) dan pasal 66 ayat (1) KUHP, yakni : “beberapa perbuatan yang
masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga
merupakan beberapa kejahatan …”. Pengertian perbuatan dalam rumusan di ayat
(1) pasal 65 dan 66 adalah perbuatan yang telah memenuhi seluruh syarat dari
suatu tindak pidana tertentu yang dirumuskan dalam undang-undang, atau secara
singkat adalah tindak pidana, yang pengertian ini telah sesuai dengan kalimat
di belakangnya, “sehingga merupakan beberapa kejahatan” (berdasarkan
penafsiran sistematis).
Jadi berdasarkan
rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66 KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa
masing-masing tindak pidana yang mana tindak pidana dalam perbarengan perbuatan
itu satu sama lain adalah terpisah dan berdiri sendiri. Inilah ciri pokok dari
perbarengan perbuatan. Kesimpulannya, kasus Gayus Halomoan Tambunan dalam
penyelesaiannya dapat diadili dan dipidana sekaligus karena ini merupakan concursus.
Nantinya akan diputus dalam satu putusan pidana dan tidak dijatuhkan
sendiri-sendiri.
Ø
Contoh kasus yang diselesaikan oleh peradilan umum
1.
Pembunuhan
Pembunuhan
merupakan salah satu kejahatan yang masuk dalam tindak pidana. Pembunuhan
termasuk menghilangkan nyawa seseorang akibat dendam ataupun yang lain
sebagainya. Kasus pembunuhan merupakan salah satu contoh kasus yang
diselesaikan oleh peradilan umum. Seperti contoh kasus pembunuhan berikut ini.
Hari
ini persidangan terhadap John Kei kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. John Kei adalah terdakwa kasus pembunuhan. Dia diduga menjadi otak
pembunuhan mantan bos PT Sanex Steel Tan Hari Tantono alias Ayung.
Pada
Selasa (25/9/2012) lalu sidang harus ditunda karena ketidakhadiran tiga saksi
lainnya dari pihak jaksa penuntut umum (JPU). Pada persidangan sebelumnya,
saksi Sait Tetlageni memberikan keterangan terkait hubungan John Kei dengan
korban Ayung yang menurutnya memburuk sejak Oktober 2011. Namun, hal tersebut
dibantah oleh kuasa hukum John Kei, Taufik Chandra. Taufik mengatakan, sebagian
besar keterangan saksi Sait Tetlageni bohong.
"Semenjak
Oktober 2011 menurut saksi hubungan John Kei dan Ayung memburuk, tapi kemudian
diakui lagi olehnya pada Desember 2011 Ayung masih mengirimkan besi untuk
membantu pembangunan rumah John Kei," ujarnya.
Sementara
itu, kondisi di depan dan di sekitar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dijaga
ketat polisi demi mengantisipasi keributan yang sempat terjadi pada persidangan
minggu lalu.
"Pengamanan
sidang akan berjalan seperti sidang minggu lalu, kami siagakan 400 personel
gabungan dari Polda Metro Jaya, Polrestro Jakarta Pusat, dan Polsektro
Gambir," ujar Kapolsektro Gambir Ajun Komisaris Besar Tatan Dirsan.
Seperti
diberitakan Kompas.com sebelumnya, John Kei didakwa sebagai otak pembunuhan
mantan bos PT Sanex Steel Tan Hari Tantono alias Ayung pada 26 Januari 2012.
Pada persidangan sebelumnya, JPU mendakwa John Kei dengan dakwaan primer Pasal
340 KUHP juncto Pasal 55 (Ayat 1) poin 1, Pasal 56 (Ayat 2) KUHP dengan ancaman
hukuman mati, serta pasal subsider, yaitu Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman
pidana seberat-beratnya 15 tahun penjara.”
2. Pencurian
Pencurian
merupakan salah satu tindak pidana yang merugikan seseorang, karena mengambil
barang yang tidak haknya. Kasus pencurian merupakan salah satu contoh kasus
yang diselesaikan oleh peradilan umum. Seperti contoh kasus berikut ini.
“Sudah
dua bulan Sudaryo (60) meringkuk di Rumah Tahanan Purbalingga, Jawa Tengah.
Kakek asal Desa Gandasuli, Kecamatan Bobotsari, itu sedang dibelit maslah
hukum. Dia diseret ke pengadilan gara-gara dituduh mencuri.
Sudaryo
ditangkap ketika mengejar seekor mentok atau itik. Dua kali persidangan telah
dia lalui di Pengadilan Negeri Purbalingga. Pertama mendengarkan dakwaan dan
sidang kedua mendengarkan saksi-saksi yang mengetahui kejadian itu. Dalam persidangan,
Sudaryo menolak segala tuduhan.
Sejumlah
saksi memberikan keterangan bahwa Sudaryo tertangkap pada pukul 4 pagi ketika
mengejar-ngejar itik di Desa Toyareka, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga. Namun,
Sudaryo membantah tudingan-tudingan tersebut. Sudaryo sendiri tidak didampingi
oleh pengacara dalam menjalani persidangannya.
Sebelumnya,
Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan peraturan yang menyatakan tersangka kasus
pencurian yang nilai kerugiannya di bawah Rp2,5 juta tidak perlu ditahan. Kasus
itu digolongkan dalam kategori tindak pidana ringan alias tipiring.
Namun,
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Purbalingga, Kukuh Subiyakto menyatakan,
pengadilan kesulitan memasukkan Sudaryo dalam tindak pidana tipiring sesuai
dengan Peraturan MA, karena bertentangan dengan undang-undang meski harga itik
di pasaran Purbalingga di bawah Rp100 ribu.
Sementara
itu, Jaksa Penuntut Umum Faetoni Yosi Abdulah menyatakan Sudaryo didakwa
melakukan tindak pidana percobaan pencurian dengan dakwaan Pasal 363 KUHP
subsider 362 junto Pasal 53, dengan ancaman hukuman penjara di bawah 5 tahun.”
B.
Peradilan Agama
Ø Contoh kasus yang diselesaikan melalui Peradilan Agama
1.
Perceraian
Perceraian merupakan contoh kasus yang diselesaikan oleh Peradilan Agama.
Karena kasus ini menyangkut pada ketentuan agama. Contoh kasus perceraian yang
diselesaikan oleh peradilan agama adalah sebagai berikut.
Kasus perceraian di Semarang meningkat pesat selama kurun waktu 3 bulan
terakhir berdasarkan hasil penelusuran
wartawan CaRe, mulai tanggal 04/06/12, 18/06/12 dan 28/06/12 dengan berdasarkan
acuan kejadian perkara dan statistic Pengadilan Agama. Di tahun 2012.
Dalam kurun waktu kurang lebih tiga bulan ini, masalah kasus perceraian
yang terjadi di Pengadilan Agama (PA) Semarang semakin meningkat hingga
mencapai hampir -+80 % dari 2.350 kasus pertahun. Dengan asumsi setiap bulannya
sekitar 196 kasus pengajuan yang harus tertangani penyelesaiannya.
Adapun dari kasus peningkatan perceraian semua itu, rata-rata kebanyakan
menimpa kalangan rumah tangga yang masih relatif muda, antara masa 3-5 tahun.
Hal ini, rata-rata karena faktor tekanan ekonomi, kurangnya memahami fungsi,
tugas dan tanggungjawab dalam berumah tangga. Serta disebabkan juga terjadi
adanya faktor perselingkuhan dengan melibatkan pihak ke tiga.
Seperti halnya yang dialami RAR Binti TBR (25) Th, warga Lempong Sari,
Semarang dengan suaminya TJU Bin PR (24) Th. Diketahui melakukan
perselingkungan dengan wanita lain (WIL) terjadi bulan Desember 2012 dan untuk
pengajuan sidang gugatan cerai 18/06/12. Demikian juga apa yang menimpa pada
diri HP Bin HS (28) Th dengan isterinya DA. Binti WTB (28) Th, warga Jatigaleh,
Semarang. Dimana, diketahui isterinya bermesraan dengan pria lain (PIL) terjadi
bulan Februari 2012. Dan sampai menimbulkan terjadinya tindak pemukulan,
5/04/12. Adapun pemanggilan pengajuan sidangnya, 4/06/12 dan berlanjut sampai
dengan 18/06/12.
Sementara dari identifikasi dan wawancara dilokasi PA setempat, baik dari
pengugat/tergugat yang didampingi pengacara maupun tidak. Diketahui pengajuan
dalam penetapan kasus gugatan cerai tersebut, kebanyakan berkisar pada alasan
dasar pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 jo. pasal 16 PP No. 9 Th. 1975 jo. pasal 116
Kompilasi Hukum Islam (KHI) atau PP. No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf f jo. KHI
Pasal 116 huruf f..MTM
2.
Hak Asuh Anak
Hak asuh anak merupakan kasus yang diselesaikan oleh Peradilan Agama,
karena menyangkut hukum dalam beragama Islam. Berikut contoh kasus hak asuh
anak.
Pengadilan Agama Semarang melakukan eksekusi atau pengambilan anak di
sebuah rumah di kawasan Asrama Kesdam Semarang, tadi siang. Eksekusi kali ini
termasuk kasus yang jarang berhasil dilakukan. Namun Pengadilan Agama berhasil
melakukannya.
Bocah itu bernama Muhamad Furqon Abdilah (3). petugas akhirnya menyerahkan
Furqon kepada ibu kandungnya Ida Nur Layla. Sebelumnya, bocah tersebut menjadi
korban perebuatan hak asuh dari tangan Rusminto, mantan suami Ida yang juga
ayah kandung Furqon.Ida sendiri telah 6 bulan berpisah dengan anaknya tercinta.
Eksekusi tersebut dilakukan oleh pihak Pengadilan Agama setelah memutuskan
bahwa hak asuh anak jatuh di tangan Ida Nur Layla.
Prosesi eksekusi sempat diwarnai aksi penolakan dari pihak keluarga
Rusminto. Namun setelah dilakukan negosiasi, akhirnya Furqon berhasil diambil
dan diserahkan kepada Ida.
Tidak hanya dari pihak Pengadilan Agama, Ida juga didampingi beberapa
aktivis LSM pemerhati perempuan-anak. Disamping itu, prosesi eksekusi tersebut
juga mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian dan TNI.
Kemalut hak asuh anak yang menjerat pasangan Rusminto dan Ida Nur Layla
mencuat paska cerai pada awal bulan Februari lalu. Furqon dibawa oleh Rusminto
yang tinggal bersama orang tuanya di asrama Kesdam, Barusari, Semarang.
Ida sendiri sebagai ibu kandung merasa kesulitan dan dihalang-halangi
Rusminto setiap kali hendak bertemu dengan Furqon. Bahkan Ida justru menjadi
korban kekerasan yang dilakukan mantan suaminya.
Atas hal tersebut, Ida kemudian mengajukan permohonan eksekusi anak ke
Pengadilan Agama pada bulan April lalu. Hingga akhirnya eksekusi berhasil
dilakukan oleh Pengadilan Agama pada Kamis(14/6).
“Saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada seluruh pihak yang
membantu persoalan ini. Alhamdulilah, akhirnya saya bisa memeluk anak saya
lagi," kata Ida terharu. (gis)
3. Pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh TNI
TNI merupakan alat pertahanan negara yang bertugas melaksanakan kedaulatan
negara. Namun, apa jadinya bila alat pertahanan negara tersebut melakukan
tindakan yang menyalahi Hak Asasi Manusia. Tentu saja hal ini termasuk tindak
pidana. Kasus ini dapat diselesaikan oleh peradilan militer. Contoh kasusnya
adalah sebagai berikut.
Pada tanggal 29 Mei 2007, PT Rajawali Nusantara (PTRN), sebuah perusahaan
rekanan TNI AL – Korps Marinir Surabaya, menggarap sebuah tanah di Desa Alas
Tlogo, Lekok, Pasuruan, Jawa Timur, yang mana tanah tersebut merupakan tanah
sengketa antara warga desa dengan PTRN. Para warga meminta mereka untuk
menghentikan penggarapan karena di atas tanah tersebut masih ada tanaman warga.
Setelah mereka melakukan negosiasi, proses penggarapan dihentikan.
Pada tanggal 30 Mei 2007, PTRN kembali melakukan penggarapan, dikawal oleh
para prajurit TNI AL. Sekitar pukul 09.00 waktu setempat, para prajurit
tersebut berkumpul di hadapan para warga, dimana mereka diminta untuk tidak
melanjutkan proses penggarapan. Namun, para prajurit tersebut mengatakan bahwa
mereka mendapatkan instruksi dari atasan mereka untuk mengambil langkah-langkah
yang dianggap perlu untuk menghadapi warga yang ingin menghentikan proses
penggarapan. Prajurit mengingatkan warga jika mereka tetap memaksa mendekati
tanah tersebut, mereka akan ditembak.
Menurut pengakuan Munaji, salah satu saksi mata, para warga memang mencoba
untuk menghentikan proses penggarapan mengingat tanah itu adalah tanah
sengketa. Tidak lama kemudian, dia mendengar salah seorang prajurit berkata
“…pria yang berbaju biru itu, akan kita tembak beberapa saat lagi…” sambil
mengarahkan senjatanya ke arah pria tersebut. Sesaat setelah itu, tiba-tiba,
para prajurit mulai mengarahkan tembakannya kepada para warga desa. Beberapa
peluru ditemukan di beberapa titik seperti dinding, mushola, dan sebagainya.
Para warga desa panik mendengar suara tembakan. Beberapa di antaranya
berjatuhan, sementara sisanya berhasil melarikan diri.
Beberapa prajurit mencoba mengejar dan menangkap warga desa. Para prajurit
tersebut diduga, menendang warga yang berhasil mereka tangkap. Beberapa warga
desa ditendang pada bagian kepala, dan diduga dipukul oleh prajurit menggunakan
senapan dan juga ditembak pada kaki mereka.
Beberapa tembakan diduga sengaja diarahkan kepada target tertentu. Sebagai
contoh, Bpk. Sutam bin Suruyam, dia ditembak mati di kepalanya dari jarak 5-10
meter. Kemudian, prajurit tetap menembaki para warga desa yang mencoba
melarikan diri. Bahkan, Rohman bin Saumar (17) ditemukan tewas dalam posisi
sedang duduk di bawah pohon.
Tanpa memperhatikan keadaan yang berlangsung, prajurit tetap terus
menembaki para warga. Salah satu dari para korban, Ibu Dewi Khodijah binti
Juma’atun, yang sedang hamil 4 bulan, ditembak di kepalanya. Posisinya sedang
berada di dapur sedang memasak makanan. Juga, Ibu Mistin binti Samat, yang
sedang menggendong anaknya, Choirul Agung (4), ditembak di bagian punggung dan
menembus dadanya dan mengenai anaknya. Dia tewas seketika, sementara anaknya,
walaupun berhasil dilarikan ke Rumah Sakit Syaiful Anwar, Malang, nyawanya
tidak dapat diselamatkan.
Insiden Pasuruan ini mengakibatkan sedikitnya 5 orang warga desa tewas dan
sedikitnya 6 orang lainnya luka berat. Mereka yang meninggal adalah: Dewi
Khotidja binti Juma'atun (21), Mistin (21), Choirul Agung (4), Rohman bin
Saumar (17), dan Sutam Saruyan (45). Sementara yang mengalami luka serius
adalah: Erwanto (17), Misdi (40), Satiran (45), Nasum (27), Rohman (29), dan
Tosan (25). Dan berdasarkan informasi dari rekan kami, ada satu orang yang
hilang, Bpk. Bayan, yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
TNI AL menyatakan bahwa mereka tidak menembaki warga desa tetapi hanya
mengarahkan tembakannya ke udara dan tanah sebagai tembakan peringatan, karena
ketika kejadian berlangsung para warga menyerang para personil mereka. Lebih
jauh lagi, mereka mengklaim bahwa warga desa yang tewas dikarenakan terkena
tembakan pantulan yang diarahkan ke tanah. Bagaimanapun juga, para saksi mata
membantah pernyataan yang diungkapkan oleh TNI AL tersebut
Ø Contoh Kasus yang diselesaikan melalui Peradilan Tata
Usaha Negara
1. Utang piutang antar perusahaan
Contoh kasus yang diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara adalah
utang piutang antar perusahaan. Contoh kasus tersebut adalah sebagai berikut.
PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) adalah anak perusahaan Grup
Tuban Petro yang bergerak dalam memproduksi petrokimia. Perusahaan ini pada
awalnya didirikan Honggo Wendratno (PT. Trans-Pasific Petrochemical) bersama
Hashim Djojohadikusumo (PT. Tirtamas Majutama), dan Njoo Kok Kiong alias Al
Njoo.
Pada mulanya, komposisi saham PT. TPPI terbagi menjadi 3 (tiga) bagian.
Hashim Djojohadikusumo menguasai 50 persen saham, sisanya dibagi dua antara
Honggo dan Al Njoo. Dalam perkembangannya, perusahaan Hashim, Tirtamas
Majutama, kemudian terlibat utang macet senilai Rp 6,4 triliun. Untuk membayar
utang tersebut, Hashim menyerahkan Trans-Pacific Petrochemical ke Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Utang ini lalu direstrukturisasi tanpa
melibatkan Hashim dan Al Njoo. BPPN dan Honggo sepakat membentuk perusahaan
baru, PT. Tuban Petrochemicals Industries, sebagai wahana penyelesaian utang.
Tuban Petro menerbitkan surat utang bergaransi yang jatuh tempo pada 2014, yang
dipegang pemerintah. Obligasi itu dinilai setara dengan 70 persen saham.
Sisanya dimiliki Honggo. Hashim dan Al Njoo keluar.
Setelah BPPN bubar, kepemilikan saham pemerintah dikuasakan ke PT.
Perusahaan Pengelola Aset (PT. PPA). Tuban Petro akan membayar utang pemerintah
tersebut secara bertahap, sehingga kepemilikan yang 70 persen akan berkurang
seiring dengan pembayaran utang itu. Namun, dalam perjalanannya, kinerja Tuban
Petro tak semulus yang direncanakan. Utang pemerintah hanya berkurang sedikit.
Tuban Petro malah dibelit utang baru kepada Pertamina dan BP Migas.
Utang-utang itulah yang kini sedang direstrukturisasi. Modelnya mirip
dengan restrukturisasi BPPN. Rencananya, berdasarkan term sheet
restrukturisasi, penyelesaian utang akan dilakukan dalam dua tahap. Pertama,
akan dibentuk perusahaan induk baru bernama TradeCo, sebagai wahana usaha (vehicle).
Honggo akan membentuk perusahaan baru itu di luar negeri untuk mengatur
pembiayaan dari perbankan global senilai hingga US$ 1 miliar.
Dalam beberapa kesempatan, Amir Sambodo (mantan anggota staf khusus Menteri
Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yang sekarang menjadi Direktur Utama PT.
Tuban Petro) menyebutkan Deutsche Bank akan memberi pinjaman kepada Honggo.
Pertengahan April 2011, perwakilan bank terbesar di Jerman itu datang ke
Jakarta. Head of the Corporate and Investment Bank Anshu Jain diterima Hatta
Rajasa. Menurut Hatta, Deutsche Bank tertarik berinvestasi senilai US$ 1 miliar
di kilang Trans-Pacific Petrochemical pada tahun 2011.
Pada rencananya, pinjaman dari Deutsche Bank akan dikelola oleh TradeCo.
Perusahaan baru ini juga akan mengambil alih utang Trans Pacific Petrochemical
kepada Pertamina dan sebagian surat utang kepada pemerintah Indonesia. Tuban
Petro pun akan “digusur”, digantikan perusahaan induk baru (Tuban Petro SPV).
Perusahaan baru ini juga akan mengambil alih 59,5 persen kepemilikan di
Trans-Pacific Petrochemical.
Pinjaman baru sebesar US$ 1 miliar dari Deutsche Bank itu separuhnya
merupakan pinjaman modal kerja. Diharapkan kilang Tuban dapat beroperasi dalam
kapasitas penuh dan efisien. Sekitar US$ 300 juta lagi adalah pinjaman dengan
jangka waktu tertentu untuk menyelesaikan seluruh pokok utang product delivery
instrument-dari hasil pengiriman kondensat Senipahdan delayed payment note
kepada Pertamina. Kedua instrumen tersebut bagian dari program pertukaran
produk (product swap).
Dalam konsep itu, Pertamina akan menjamin suplai low sulfur waxy residue
kepada Mitsui. Hasilnya dipakai untuk membayar utang TPPI kepada perbankan
Jepang yang dulu mendanai pembangunan kilang. Kompensasinya, Pertamina mendapat
product delivery instrument, yakni hak menerima produk, seperti minyak tanah
dan solar dari kilang TPPI. Bila gagal kirim, Trans-Pacific Petrochemical wajib
menerbitkan delayed payment note atau surat utang berjangka enam bulan, senilai
US$ 50 juta.
Sedangkan sisa utang ke Pertamina akan diselesaikan dengan cara menerbitkan
standby letter of credit, selambat-lambatnya pada 31 Desember 2011. Utang
kepada Pertamina dalam bentuk open account receivable-utang atas suplai
kondensat Senipah-akan dibayar dengan produk berupa LPG selama tidak lebih dari
10 tahun. Utang kepada BP Migas senilai US$ 180,73 juta (per April 2011) akan
dibayar tunai sebesar US$ 100 juta dari basil pinjaman bank tadi (bank
financing)-Deutsche Bank. Pencairannya paling lambat 10 hari setelah transaksi
dengan bank rampung. Sisa utang akan dicicil saban bulan, sebesar pro rata
dalam waktu setahun.
Dana sekitar US$ 120 juta dari Deutsche Bank dialokasikan untuk membayar
obligasi Tuban Petro yang dikuasai pemerintah senilai Rp 1,07 triliun. Dengan
pembayaran itu, kepemilikan saham pemerintah di Tuban Petro akan menyusut dari
70 persen menjadi sekitar 22 persen saja. Pemerintah sedang meminta Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengkaji ulang perhitungan tersebut. Tahap
kedua, sisa surat utang Rp 2,07 triliun akan dibayar sebelum jatuh tempo tahun
2014.
Sumber Majalah Tempo mengatakan skema restrukturisasi utang ini sangat
mengakomodasi kepentingan Honggo-sebagai penjamin utang Tuban Petro. Poin-poin
dalam term sheet restrukturisasi utang Tuban Petro pernah diajukan Honggo
kepada Menteri Keuangan Agus Martowardojo lewat surat pada 2 Desember 2010.
Dalam wawancara dengan Tempo, Agus mengakui beberapa kali memanggil Honggo, dan
term sheet restrukturisasi sudah disepakati. “Dia (Honggo) sudah mau bayar
utang,” ujarnya. “Waktunya dua bulan, bila tak bayar juga Tuban Petro akan
diambil alih pemerintah.”
Honggo banyak mendapat keistimewaan dalam restrukturisasi ini.
Trans-Pacific Petrochemical justru akan mendapat berbagai fasilitas baru,
seperti jaminan pasokan kondensat dari BP Migas sebesar 40 ribu barel per hari
selama 10 tahun. Juga jaminan pembelian LPG dari mogas oleh Pertamina selama 10
tahun. Malah dalam skema restrukturisasi disebutkan, Pertamina harus melepaskan
berbagai haknya, sebagai imbalan atas diterimanya pembayaran dan standby letter
of credit. Di antaranya, melepaskan hak sebagai pemegang saham istimewa
Trans-Pacific sebesar 15 persen.
Juru bicara Pertamina Mochammad Harun mengatakan, bagi Pertamina, yang
penting ada kepastian pembayaran utang tepat waktu dan tepat janji. Sebab,
Pertamina telah banyak membantu Trans-Pacific Petrochemical. “Sudah terlalu
lama dan terlalu banyak kelonggaran yang diberikan,” kata Harun. Sedangkan juru
bicara BP Migas Gde Pradnyana mengatakan restrukturisasi menempatkan pembayaran
kepada BP Migas sebagai prioritas. “Sudah lumayan lebih baik,” ujarnya.
Amir membantah Honggo mendapat “karpet merah” dalam skema restrukturisasi.
Justru melalui pola ini, pembayaran surat utang kepada pemerintah bisa
dipercepat. Soal 15 persen saham Pertamina di Trans-Pacific Petrochemical, kata
Amir, saham itu bukan kepemilikan permanen. Pertamina punya saham itu lantaran
membantu memindahkan utang Trans-Pacific Petrochemical. Artinya, aset yang
dijaminkan ke Pertamina mesti dikembalikan bila utang telah terbayar. Begitu
pula fasilitas lain. Penjualan produk LPG, minyak tanah, bensin di dalam
negeri, Amir melanjutkan, hanya bisa dilakukan Pertamina. Amir menilai, suplai
kondensat oleh BP Migas kepada Tuban Petro juga wajar. “Itu bisnis biasa,” kata
dia. Hanya, skema restrukturisasi ini tetap raja akan menguntungkan Honggo.
Bisnisnya tetap jalan, uang untuk membayar utang dan mengoperasikan
perusahaannya datang dari Deutsche Bank. Yang masih belum jelas, nasib sisa
utang pemerintah, jika upaya memperpanjang napas Tuban Petro ini kembali gagal
seperti pada restrukturisasi pertama versi BPPN. Setelah konstruksi Phase I
selesai dan operasi dimulai, Pertamina mendukung TPPI dengan menyuplai
kondensat sejak 2006 untuk bahan baku produksi dengan sistem Letter of Credit
(LC). Pada pertengahan 2007, TPPI mengalami kesulitan keuangan, sehingga tidak
dapat membuka LC. Untuk mencegah TPPI berhenti beroperasi, Pertamina tetap
menyuplai kondensat Senipah dengan fasilitas Open Account.
Pada awalnya, suplai Senipah dibayar lancar. Namun, pada akhir 2007
kondensat yang telah disuplai dan tidak dapat dibayar, dengan total 4 kargo
atau senilai US$183 juta. Pertamina kemudian menghentikan suplai kondensat
untuk mencegah peningkatan jumlah utang.
TPPI berhenti beroperasi pada Maret 2008 dan sejak pertengahan 2009 mulai
beroperasi kembali dengan bantuan suplai feedstock langsung dari BP Migas.
Meskipun sudah kembali beroperasi, utang TPPI atas kondensat Senipah belum
dibayar. Operasi ini justru menambah utang ke BP Migas sebesar US$180 juta.
Selain utang Senipah, TPPI juga memiliki utang ke Pertamina dalam bentuk
product swapping. Pada skema ini, Pertamina memberikan dukungannya kepada TPPI
dalam penyelesaian kilang aromatik di Tuban dengan menjamin suplai LSWR kepada
Mitsui sampai 2012 senilai US$50 juta per enam bulan, dengan total US$600 juta.
Hasil penjualan atas transaksi ini digunakan untuk membayar utang TPPI.
Sebagai imbalan, Pertamina mendapat product delivery instrument, yang
memberikan hak kepada Pertamina untuk mendapatkan middle distillate products
(MDP) dari TPPI. Apabila TPPI gagal mengirimkan MDP, maka TPPI berkewajiban
membayar tunai atau menerbitkan surat utang berupa Delayed Payment Note, dan
DPN jatuh tempo setiap 6 bulan setelah diterbitkan. Namun kenyataannya, sejak
Desember 2008, TPPI tidak mampu mengirimkan MDP maupun membayar tunai kepada
Pertamina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar